Tugas kelompok, Etika Administrasi
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Etika administrasi negara merupakan salah satu wujud kontrol terhadap administrasi negara dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas pokok, fungsi dan kewenangannya. Manakala administrasi negara menginginkan sikap, tindakan dan perilakunya dikatakan baik, maka dalam menjalankan tugas pokok, fungsi dan kewenangannya harus menyandarkan pada etika administrasi negara. Etika administrasi negara disamping digunakan sebagai pedoman, acuan, referensi administrasi negara dapat pula digunakan sebagai standar untuk menentukan sikap, perilaku, dan kebijakannya dapat dikatakan baik atau buruk.
Karena masalah etika negara merupakan standar penilaian etika administrasi negara mengenai tindakan administrasi negara yang menyimpang dari etika administrasi negara dan faktor yang menyebabkan timbulnya penyimpangan administrasi dan cara mengatasinya.
Law enforcement sangat membutuhkan adanya akuntabilitas dari birokrasi dan manajemen pemerintahan sehingga penyimpangan yang akan dilakukan oleh birokrat-birokrat dapat terlihat dan terbuka dengan jelas sehingga akan memudahakan law enforcement yang baik pada reinventing government dalam upaya menata ulang manajemen pemerintahan Indonesia yang sehat dan berlandaskan pada prinsip-prinsip good governance dan berasaskan nilai-nilai etika administrasi.
1.2 Rumusan masalah
Untuk lebih mudah memahami makalah ini maka dirumuskan masalah sebagai berikut
1. Pengertian etika ?
2. Prinsip-prinsip sistem administrasi negara?
3. Kode etik dalam pelaksanaan sistem administrasi negara?
4. Faktor-faktor timbulnya mal-administrasi negara?
5. Bagaimana Administrasi dan Nilai-Nilai Yudisial Norma Pengawasan?
6. Bagaimana Kearifan Dalam Kebijakan?
Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan agar kita menegtahui tentang:
Pengertian etika
Prinsip-prinsip sistem administrasi negara
Kode etik dalam pelaksanaan sistem administrasi negara.
Faktor- faktor timbulnya mal-administrasi negara.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Etika
Istilah etika atau seperti yang lazim di sebut “etik” berasal dari bahasa latin “Ethica”, yaitu ilmu susila, ilmu ahlak (etis sama dengan bersusila, penuh ahlak, beradab dan bertindak sesuai dengan norma-norma). Dalam bahasa yunani yaitu “Ethos” yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah, ukuran-ukuran bagi tingkah laku yang baik. Atau Rathos adalah yang berarti adat kebiasaan,. Jadi etika aialah kebiasaan yang baik dalam masyarakat, yang kemudian mengendap menjadi norma atau kaidah, atau dengan kata lain menjadi normative dalam kehidupan manusia.
Menurut G. R. Terry dalam bukunya Principles of Organization and Management, menyatakan etika mempersoalkan tingkah laku perorangan dan kewajiban moral dengan memberikan terhadap hubungan antara manusia yang berkenan hal benar dan salah.
Etika ialah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan melihat pada amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui akal pikiran. Kemudian norma berasal dari bahasa latin yang juga berarti nilai, ukuran, pedoman, adat dalam organisasi dan dalam masyarakat.juga istilah norma yaitu biasa, menurut ukuran, kemudian istilah lain yang biasa yaitu “normalisasi” adalah penyesuaian dengan ukuran dan peraturan yang telah umum. Etika administrasi lebih ditekankan pada rasa tanggung jawab dalam dalam melaksanakan kewajiban dan menuntut hak. Hak administrasi adalah hak bersyarat, demikian juga pemberian jabatan adalah atas dasar rasa tanggung jawab yang mengangkat, terhadap pegawai yang di beri jabatan.
Oleh sebab itu agar semua dapat berjalan sesuai apa yang di kehendaki maka di adakan berbagai peraturan baik dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, keputusan menteri, keputusan dirjen, sampai dengan kepada keputusan kepala kantor.
2.2 Pengertian Administrasi Negara
Administrasi Negara adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan aparatur negara/pemerintah untuk mencapai tujuan negara secara efisien. Administrasi negara merupakan suatu bahasaan ilmu sosial yang mempelajari tiga elemen penting kehidupan bernegara yang meliputi lembaga legislatif, yudikatif dan eksekutif serta hal-hal yang berkaitan dengan publik yang meliputi kebijakan publik, tujuan negara dan etika yang mengatur penyelenggara negara. Terdapat hubungan interaktif antara administrasi negara dengan lingkungan sosialnya, diantara berbagai unsur lingkungan sosial, unsur budaya merupakan unsur yang paling banyak mempengaruhi penampilan (performance) administrasi negara.
Menurut Pfiffner dan Preshtus. administrasi negara adalah suatu proses yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan negara (Public administration is a procces concerned with carrying out public policies).
Menurut Dimocks administrasi negara adalah kegiatan negara dalam melaksanakan kekuasaan/wewenangan politiknya. (Public administration is the activity of the state in the exercise of its political power)
Menurut John M. Pfiffer dan Robert V administrasi negara adalah suatu proses yang bersangkutan dengan pelaksanaan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah pengarahan kecakapan dan teknik-teknik yang tidak terhingga jumlahnya, memberkan arah dan maksud terhadap usaha sejumlah orang.
Menurut Dwight Waldo administasi negara terdiri dari 2 pengertian :
* Administrasi negara yaitu organisasi dan manajemen dari manusia dan benda guna mencapai tujuan-tujuan pemerintah.
* Administrasi negara adalah seni tentang manajemen yang dipergunakan untuk mengatur urusan-urusan negara.
Menurut Prof Dr. Prajudi Atmosudirjo administrasi negara adalah bantuan penyelenggaraan dari pemerintah artinya pemerintah (pejabat) tidak dapat menunaikan tugas-tugas kewajibannya tanpa administrai negara.
Administrasi negara adalah segenap proses penyelenggaraan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah suatu negara untuk megatur dan menjalankan kekuasaan negara, guna menyelenggarakan kepentingan umum.
Berdasarkan Pengertian Diatas maka dapat disimpulkan bahwa :
Administrasi negara adalah merupakan kegiatan yang bersifat penyelenggaraan
Administrasi negara disusun untuk mengatur kerja sama antar bangsa
Administrasi negara diselenggarakan untuk oleh aparatur pemerintah dari suatu negara
Administrasi negara diselenggarakan untuk kepentingan umum
2.3 Pengertian Etika Administrasi
Dalam lingkup pelayanan publik, etika administrasi publik (Pasolong, 2007 :193) mengartikan sebagai filsafat dan professional standar (kode etik) atau right rules of conduct(aturan berperilaku yang benar) yang sehatursnya dipatuhi oleh pemberi pelayanan publik atau administrasi publik.
Dengan demikian etika administrasi publik adalah aturan atau standar pengelolaan, arahan moral bagi anggota organisasi atau pekerjaan manajemen ; aturan atau standar pengelolaan yang merupakan arahan moral bagi administrator publik dalam melaksanakan tugasnya melayani masyarakat. Aturan atau standar dalam etika administrasi negara tersebut terkait dengan kepegawaian, perbekalan, keuangan, ketatausahaan, dan hubungan masyarakat.
Jadi Etika dalam administrasi adalah bagaimana membuat keterkaitan keduanya. Bagaimana gagasan administrasi seperti efisiensi, ketertiban, kemanfaatan, produktifitas dapat menjawab etika dalam prakteknya. Serta bagaimana gagasan dasar etika dapat mewujudkan yang baik dan menghindari hal yang buruk itu dapat menjelaskan hakekat administrasi. Diperlukan etika dalam administrasi karena ini akan memberikan contoh yang baik, sebab setiap orang sebenarnya memiliki kesadaran masing-masing namun tidak pernah menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Etika administrasi Negara yaitu bidang pengetahuan tentang ajaran moral dan asas kelakuan yang baik bagi para administrator pemerintahan dalam menunaikan tugas pekerjaannya dan melakukan tindakan jabatannya. Bidang pengetahuan ini diharapkan memberikan berbagai asas etis, ukuran baku, pedoman perilaku, dan kebijakan moral yang dapat diterapkan oleh setiap petugas guna terselenggaranya pemerintahan yang baik bagi kepentingan rakyat.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani: etos, yang artinya kebiasaan atau watak, sedangkan moral berasal dari bahasa Latin: mos (jamak: mores) yang artinya cara hidup atau kebiasaan. Dari istilah ini muncul pula istilah morale atau moril, tetapi artinya sudah jauh sekali dari pengertian asalnya.Moril bisa berarti semangat atau dorongan batin. Dalam kaitannya dalam perilaku manusia, norma digunakan sebagai pedoman atau haluan bagi perilaku yang seharusnya dan juga untuk menakar atau menilai sebelum ia dilakukan.
Etika administrasi Negara yaitu bidang pengetahuan tentang ajaran moral dan asas kelakuan yang baik bagi para administrator pemerintahan dalam menunaikan tugas pekerjaannya dan melakukan tindakan jabatannya. Bidang pengetahuan ini diharapkan memberikan berbagai asas etis, ukuran baku, pedoman perilaku, dan kebijakan moral yang dapat diterapkan oleh setiap petugas guna terselenggaranya pemerintahan yang baik bagi kepentingan rakyat.
Sebagai suatu bidang studi, kedudukan etika administrasi negara untuk sebagian termasuk dalam ilmu administrasi Negara dan sebagian yang lain tercakup dalam lingkungan studi filsafat. Dengan demikian etika admistrasi Negara sifatnya tidak lagi sepenuhnya empiris seperti halnya ilmu administrasi, melainkan bersifat normatif. Artinya etika administrasi Negara berusaha menentukan norma mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh setiap petugas dalam melaksanakan fungsinya dan memegang jabatannya.
Etika administrasi Negara karena menyangkut kehidupan masyarakat, kesejahteraan rakyat, dan kemajuan bangsa yang demikian penting harus berlandaskan suatu ide pokok yang luhur. Dengan demikian, etika itu dapat melahirkan asas, standar, pedoman, dan kebajikan moral yang luhur pula. Sebuah ide agung dalam peradaban manusia sejak dahulu sampai sekarang yang sangat tepat untuk menjadi landasan ideal bagi etika administrasi Negara adalah Keadilan, dan memang inilah yang menjadi pangkal pengkajian Etika Admnistrasi Negara, untuk mewujudkan keadilan.
3.2 Prinsip Prinsip Etika Admnistrasi Negara
Prinsip Demokrasi
Pilar utama prinsip demokrasi adalah asas kedaulatan rakyat. Asas kedaulatan rakyat mensyaratkan bahwa rakyatlah yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan negara, rakyat yang menentukan pula bagaimana berbuatnya. Pada tataran makro, sistem pemerintahan demokratis suatu negara dapat di golongkan ke dalam tiga macam bentuk yakni: 1. Sistem parlementer
2. Sistem pemisahan kekuasaan
3. Sistem referendum
Sistem parlementer, hubungan antara lembaga perwakilan dan lembaga yang menjalankan kekuasaan eksekutif dapat saling mempengaruhi, jika lembaga perwakilan tidak mau membenarkan kebijakan yang dilakukan oleh lembaga eksekutif maka dia dapat menyatakan ketidak percayaannya dalam bentuk tidak percaya, sebaliknya pemerintah juga mempunyai hak untuk membubarkan lembaga perwakilan atau parlemen apabila ternyata parlemen tidak lagi mencerminkan kehendak rakyat.
Sistem pemisahan kekuasaan, antara lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif masing masing harus ada pemisahan secara penuh. hal ini dilakukan karena dikhawatirkan apabila satu lembaga mempunyai dua atau lebih kekuasaan akan ada penyalahgunaan kekuasaan tersebut.
Sistem referendum, secara harfiah berarti pemungutan suara secara langsung oleh rakyat untuk menentukan pendapat umum rakyat, dapat pula diartikan sebagai lembaga yang dibentuk untuk memberikan kesempatan kepada rakyat guna mengontrol tindakan tindakan lembaga perwakilan secara langsung oleh rakyat. sedangkan lembaga eksekutif hanya merupakan badan pekerja bagi lembaga perwakilan.
Keadilan Sosial dan Pemerataan
Persoalan keadilan sosial dan pemerataan sering kali muncul sebagai akibat dari kurang meratanya distribusi hasil hasil pembangunan. Oleh sebab itu, salah satu asas umum pemerintahan dan administrasi pembangunan yang perlu mendapat perhatian lebih besar sekarang ini adalah yang menyangkut keadilan dan pemerataan. Kedua konsep ini juga merupakan landasan pokok bagi etika pembangunan.
Dalam lingkup negara, setidak tidaknya ada dua dimensi ketimpangan diantara kelompok kelompok sosial yang berbeda dalam suatu negara. Pertama, ketimpangan diantara kelompok kelompok sosial yang berbeda dalam suatu negara yang disebabkan oleh kesenjangan antara kelompok kaya dan kelompok miskin. Kedua, ketimpangan antara wilayah wilayah geografis dalam suatu negara atau disebut juga ketimpangan regional. wujud yang paling nyata terlihat antara wilayah wilayah pedesaan dan perkotaan. maka yang perlu dilakukan adalah kebijakan kebijakan pemerintah yang lebih menyentuh kelas masyarakat yang kurang beruntung atau kelompok yang tidak memiliki sumber daya untuk mengembangkan dirinya.
c. Mengusahakan Kesejahteraan Umum
Setiap pejabat pemerintah harus memiliki komitmen dan untuk peningkatan kesejahteraan dan bukan semata mata karena diberi amanat atau dibayar oleh negara melainkan karena mempunyai perhatian yang tulus terhadap kesejahteraan warga negara pada umumnya. Peningkatan kesejahteraan umum bukan hanya dimaksudkan untuk meningkatkan taraf hidup dan kebutuhan-kebutuhan dasar tetapi juga untuk meningkatkan kapasitas individual supaya rakyat dapat berpartisipasi lebih aktif dalam pembangunan.
Persoalan lain yang harus dipecahkan dalam upaya peningkatan kesejahteraan umum adalah menyangkut ketenagakerjaan dan kependudukan. tingkat pengangguran dan atau setengah pengangguran itu lebih mencolok di daerah daerah pedesaan jika dibandingkan dengan daerah perkotaan. ini menunjukkan adanya konsentrasi industri padat modal di wilayah perkotaan.
Mewujudkan Negara Hukum
Di dalam Pembukaan maupun pasal pasal batang tubuh Undang Undang Dasar 1945 memang tidak disebutkan secara eksplisit bahwa indonesia adalah Negara Hukum. akan tetapi sesungguhnya gagasan utama dan aturan aturan dasar yang melandasi terbentuknya republik ini adalah sesuai dengan cita cita negara hukum. dalam penjelasan mengenai sistem pemerintahan negara telah di tegaskan:
1. Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum Negara Indonesia berdasar atas hukum , tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka.
2. Sistem Konstitusional. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi, tidak bersifat absolutisme.
Jadi jelas bahwa konstitusi negara Indonesia mengamanatkan keinginan untuk mewujudkan negara hukum. hukum harus yang harus ditaati disini bukan hanya hukum positif yang tertulis atau hukum formal saja tetapi juga unsur unsur material yang terdapat dibalik perundang undangan yang ada. hukum yang dimaksud adalah hukum yang benar benar hidup dalam masyarakat atau hukum yang adil. Di dalam konteks etika, kita hendaknya lebih mencurahkan perhatian kepada rasa keadilan atau kepantasan yang berkembang di dalam masyarakat dari pada hukum yang terjabar di dalam pasal- pasal kitab perundangan. konsepsi negara hukum mensyaratkan agar setiap tindakan penguasa harus sesuai dan didasarkan atas rasa keadilan, moralitas hukum, dan cita cita kemanusiaan yang luhur, bukan hanya didasarkan atas kemauan penguasa.
3.3 Kode Etik Dalam Pelaksanaan Administrasi Negara
Pembicaraan tentang kode etik bagi orang-orang yang bekerja dalam tugas-tugas administrasi negara barangkali membawa masalah tentang arti dari kode etik itu sendiri mengingat bahwa kode etik biasanya dikaitkan dengan suatu proses khusus. Akan tetapi seperti yang telah diuraikan kedudukan etika administrasi negara berada di antara etika profesi dan etika politik sehingga tugas-tugas administrasi negara tetap memerlukan perumusan kode etik yang dapat dijadikan sebagai pedoman bertindak bagi segenap aparat politik. Hal yang pertama-tama perlu diingat bahwa kode etik tidak membebankan sanksi hukum atau paksaan fisik. Kode etik dirumuskan dengan asumsi bahwa tanpa sanksi-sanki atau hukuman dari pihak luar, setiap orang tetap menaatinya.
Jadi dorongan untuk mematuhi perintah dan kendali untuk menjauhi larangan dari kode etik bukan dari sanksi fisik melainkan dari rasa kemanusiaan, harga diri, martabat, dan nilai-nilai filosofis. Kode etik adalah persetujuan bersama, yang timbul dari diri para anggota itu sendiri untuk lebih mengarahkan perkembangan mereka, sesuai dengan nilai-nilai ideal yang diharapkan. Dengn demikian pemakaian kode etik tidak terbatas pada organisasi-organisasi yang personalianya memiliki keahlian khusus. Pelaksanaan kode etik tidak terbatas pada kaum profesi karena sesungguhnya setiap pekerjaan dan setiap jenjang keputusan mengandung konsekuensi moral.
Dalam kode etik itu bisa menjadi sarana untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi kerena bagaimanapun juga organisasi hanya dapat meraih sasaran-sasaran akhirnya kalau setiap pegawai yang bekerja di dalamnya memiliki aktivitas dan perilaku yang baik.
Manfaat lain yang akan didapat dari perumusan kode etik ialah bahwa para aparat akan memiliki kesadaran moral atas kedudukan yang diperolehnya dari negara atas nama rakyat. Pejabat yang menaati norma-norma dalam kode etik akan menempatkan kewajibannya sebagai aparat pemerintah diatas kepentingan-kepentingannya akan karir dan kedudukan. Pejabat tersebut akan melihat kedudukan sebagai alat, bukan sebagai tujuan. Oleh karena itu kode etik mengandaikan bahwa para pejabat publik dapat berperilaku sebagai pendukung nilai-nilai moral dan sekaligus pelaksana dari nilai-nilai tersebut dalam tindakan-tindakan yang nyata.
Sebagai aparat negara, para pejabat wajib menaati prosedur, tatakerja, dan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh organisasi pemerintah. Sebagai pelaksana kepentingan umum, para pejabat wajib mengutamakan aspirasi masyarakat dan peka terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat tertentu. Dan sebagai mansuia yang bermoral, pejabat harus memperhatikan nilai-nilai etis di dalam bertindak dan berperilaku. Dengan perkataan lain, seorang pejabat harus memiliki kewaspadaan spiritual. Kewaspadaan profesional bearti bahwa dia harus menaati kaidah-kaidah teknis dan peraturan-peraturan sehubungan dengan kedudukan sebagai seorang pembuat keputusan. Sedangkan kewaspadaan spiritual merujuk pada penerapan nilai-nilai kearifan, kejujuran, keuletan, sikap sederhana, dan hemat, tanggung jawab, serta akhlak dan perilaku yang baik.
Unsur-unsur etis yang langsung menyangkut pekerjaan sehari-hari seorang pegawai dapat dilihat dalam Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil. Berikut ini diuraikan kedelapan unsur penilaian secara singkat:
Kesetiaan
Kesetiaan disini adalah ketaatan, pengabdian dan kesetiaan kepada pancasila, UUD 1945, Negara, serta Pemerintah. Sedangkan yang dimaksud dengan pengabdian adalah penyumbangan pikiran dan tenaga secara ikhlas dengan mengutamakan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi dan golongan. Kecuali dua pengertian ini ada pula konotasi kesetiaan yang berarti tekad dan kesanggupan untuk menaati, melaksanakan, mengamalkan sesuatu yang disertai penuh kesadaran dan tanggung jawab.
Prestasi kerja
Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja adalah:
a) Kecakapan
b) Keterampilan
c) Pengalaman
d) Kesungguhan
e) Kesehatan
Tanggung jawab
Tanggung jawab berarti kesanggupan seorang pegawai untuk menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya, tepat pada waktunya dan berani memikul resiko atas keputusan yang dibuatnya. Bagian-bagian dari tanggung jawab adalah:
a. Menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat pada waktunya
b. Kesalahannya tidak dilemparkan pada orang lain
c. Menyimpan dan memelihara barang milik negara
d. Dalam segala keadaan tetap berada ditempat
e. Mengutamakan kepentingan dinas
f. Berani dan ihklas memikul resiko
Ketaatan
Yaitu kesanggupan seorang pegawai untuk menaati segala peraturan perundang-undangan, peraturan kedinasan yang berlaku, pearaturan kedinasan dari atasan yang berwenang serta sanggup tidak melanggar larangan yang ditentukan. Bagian-bagian dari ketaatan adalah:
Menaati peraturan kedinasan dari atasannya
Menaati peraturan perundang-undangan yang ada
Memberikan kepada masyarakat layanan sebaik-baiknya sesuai dengan bidang tugasnya
Menaati ketentuan jam kerja dan sopan santun
Kejujuran
Yang dimaksud dengan kejujuran adalah ketulusan hati dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya. Maka kejujuran dapat dinilai dari keadaan berikut:
a. Melaksanakan tugas secara ikhlas
b. Tidak menyalah gunakan wewenangnya
c. Hasil kerjanya dilaporkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
Kerjasama
Yang dimaksud disini adalah kemampuan seorang pegawai untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas yang ditentukan sehingga mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya. Jadi nilai kerja sama dapat diketahui bila seorang pegawai:
Mengetahui bidang tugas orang lain yang ada hubungannya dengan tugas mereka
Mampu menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat orang lain yang diyakini besar
Bersedia mengambil keputusan yang diambil secara sah
Bersedia mempertimbangkan usul orang lain
Mampu berkerja bersama-sama orang lain
Menghargai pendapat orang lain
Prakarsa
Inisiatif atau prakarsa adalah kemampuan seorang pegawai untuk mengambil keputusan, langkah-langkah serta melaksanakannya sesuai dengan tindakan yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari atasan. Bagian-bagian dari prakarsa adalah:
Berkemampuan memberi saran kepada atasan
Berusaha mencari tatacara kerja baru yang baik
Tanpa menunggu perintah, berkemauan melaksanakan tugas
Kepemimpinan
Kepemimpinan berarti kemampuan seorang pegawai atau pejabat untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan tugas pokok. Jadi kepemimpinan merujuk kepada kemampuan manejerial dari para pegawai yang memiliki bawahan dan atau memangku jabatan. Bagian-bagian dari kepemimpinan adalah:
Berusaha menggugah semangat dan menggerakkan bawahan
Berusaha menumpuk dan mengembangkan kerja sama
Mampu mengemukakan pendapatnya dengan jelas
Bersedia mempertimbangkan saran-saran bawahan
Memperhatikan nasib dan kemajuan bawahan
Mengambil keputusan cepat dan tepat
Mengetahui kemampuan bawahan
Menguasai bidang tugasnya, bertindak tegas tanpa memihak, serta memberikan teladan yang baik.
Dari banyak uraian tentang nilai-nilai etika yang ditujukan untuk jajaran pegawai negeri, sangat terasa bahwa ungkapan-ungkapan yang dipergunakan begitu formal dan kaku. Uraian-uraian tersebut sebagian besar berisi daftar keharusan dan larangan tanpa ungkapan mengenai dasar-dasar mengapa suatu tindakan diharuskan atau dilarang dan tanpa nuansa yang menyentuh nurani.
Demikianlah, kode etik mencoba merumuskan nilai-nilai etis luhur kedalam bidang tertentu, dalam hal ini pada tugas-tugas administrasi negara. Sudah barang tentu kode etik sekedar merupakn pedoman betindak. Mengenai pelaksanaannya dalam perilaku nyata, tergantung kepada niat baik dan sentuhan moral yang ada dalam diri pegawai atau pejabat sendiri. Namun karena kode etik dirumuskan untuk penyempurnaan pekerjaan, mencegah hal-hal yang buruk, dan untuk kepentingan bersama, maka setiap pegawai dan pejabat diharapkan menaatinya dengan kesadaran yang tulus.
Paham idealisme etik mengatakan bahwa pada dasarnya setiap manusia adalah baik dan suka hal-hal yang baik. Apabila ada orang-orang yang menyimpang dari kebaikan, itu semata-mata karena itu tidak tahu norma untuk bertindak dengan baik atau tidak tahu cara-cara bertindak yang menuju arah kebaikan. Yang diperlukan adalah suatu peringatan dan sentuhan nurani yang terus menerus untuk menggugah kesadaran moral dan melestarikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dan interaksi antar individu.
3.4 Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Mal-Administrasi
Mal-administrasi merupakan suatu tindakan yang menyimpang dari nilai etika. Secara “psiko-sosiologis”, suatu tindakan yang menyimpang dari nilai adalah disebabkan karena bertemunya faktor “niat atau kemauan” dan “kesempatan”. Jika ada niat untuk melakukan tindakan mal-administrasi, sementara kesempatan tidak ada, maka tindakan mal-administrasi tadi tidak akan terjadi. Sebaliknya, ada kesempatan untuk melakukan korupsi, namun pada dirinya tidak ada niat atau kemauan untuk melakukan mal-administrasi, maka tindakan mal-administrasi juga tidak akan terjadi.
Dengan mengacu pada konsep tadi, maka dapat ditemukan dua faktor yang menjadi penyebab timbulnya tindakan mal-administrasi. Pertama faktor internal yaitu faktor pribadi orang yang melakukan tindakan mal-administrasi. Kedua, faktor eksternal, yaitu faktor yang berada di luar diri pribadi orang yang melakukan tindakan mal-administrasi, bisa, lemahnya peraturan perundangan, lemahnya pelaksanaan pengawasan, dan lingkungan kerja yang memungkinkan terbukanya kesempatan untuk melakukan tindakan mal-administrasi
Faktor Internal
Faktor Internal berupa kepribadian seseorang. Faktor kepribadian ini berwujud suatu niat, kemauan, dorongan yang tumbuh dari dalam diri seseorang untuk melakukan tindakan mal-administrasi. Faktor ini disebabkan oleh lemahnya mental seseorang, dangkalnya agama dan keimanan mereka, sehingga memudahkan mereka untuk melakukan sesuatu tindakan walaupun sesungguhnya mereka tahu bahwa tindakan yang akan mereka lakukan itu merupakan suatu tindakan yang tidak baik, tercela, buruk baik menurut nilai-nilai sosial, maupun menurut ajaran agama mereka. Namun karena rendahnya sikap mental mereka, dangkalnya keimanan dan keagamaan mereka, maka manakala ada kesempatan ada niatan untuk melakukan tindakan mal-administrasi dengan mudahnya mereka lakukan. Faktor Internal muncul banyak pula dipengaruhi oleh faktor eksternal, antara lain faktor kebutuhan keluarga, kesempatan, lingkungan kerja, dan lemahnya pengawasan, dan lain sebagainya. Jika pada diri orang tersebut mempunyai sikap mental yang tinggi, keimanan dan keagamaan mereka juga tinggi, maka walaupun ada tuntutan kebutuhan keluarga, kesempatan melakukan selalu ada, lingkungan kerja memungkinkan, dan pengawasan sangat lemah, maka mereka tidak akan melakukan tindakan mal-administrsi tadi.
Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berada di luar diri orang yang melakukan tindakan mal-administrasi, bisa berupa, lemahnya peraturan, lemahnya lembaga kontrol, lingkungan kerja dan lain sebagainya yang membuka peluang (kesempatan) untuk melakukan tindakan korupsi.
Peraturan perundangan dimana mereka bekerja, merupakan suatu tatanan nilai yang dibuat untuk diikuti dan dipatuhi oleh para pegawai dalam menjalankan tugas dan kewajiban yang diberikan kepadanya. Manakala peraturan tadi memberi kelonggaran bagi pegawainya untuk melakukan tindakan mal-administrasi, karena peraturannya tidak jelas, sanksi yang diberikan lemah, dan lain sebagainya, maka akan memberikan peluang ( kesempatan) pegawai untuk melakukan tindakan mal-administrasi tersebut. Misalnya, walaupun telah ada peraturan perundangan anti korupsi yaitu UU No.3 Tahun 1971 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UUNo.11 Tahun 1980 tentang Pidana Suap, namun peraturan perundangan tersebut tidak efektif untuk mencegah tindakan korupsi. Dalam arti peraturan perundangan tadi masih belum banyak menjerat para pelaku korupsi. Hal ini disebabkan karena sulitnya untuk membuktikan tindakan korupsi, sehingga sulit untuk diproses sampai ke pengadilan. Belum lagi para pelaku korupsi yang telah menyiasati peraturan Perundang-undangan tadi dengan menggunakan pendekatan cost and benefit analysis ( analisis untung rugi ) dalam melakukan tindakan korupsi. Dalam arti antara hukuman yang diberikan dengan hasil korupsi yang dilakukan ternyata masih menguntungkan ( hasil korupsi lebih besar daripada tuntutan atau ganjaran hukuman). Bahkan ada mekanisme banding yang dapat menunda hukuman, bisa melakukan kasasi, grasi, yang bisa jadi prosesnya cukup lama, sehingga memberi peluang bagi pelaku korupsi untuk menyiasati hasil korupsinya.
Lemahnya lembaga pengawasan (control) dalam melaksanakan tugasnya juga merupakan salah satu penyebab munculnya tindakan mal-administrasi. Kendatipun lembaga pengawasan baik pengawasan politik,maupun pengawasan fungsional telah dibentuk, seperti DPR(D), BPK, BPKP, Irjen, Irwilprop, Irwilkab, Irwikod, dan bahkan waskat, serta wasmas telah dibentuk dan berjalan, namun para pelaku dari lembaga tersebut masih dengan mudah untuk diatur, masih mau disuap, disogok, dan sejenisnya, maka lembaga pengawasan ( control ) yang ada juga tidak akan mampu untuk melakukan pencegahan timbulnya tindakan mal-administrasi yang ada dalam tubuh birokrasi publik.
Lingkungan kerja, juga merupakan faktor penting untuk memberi peluang munculnya suatu tindakan mal-administrasi. Lingkungan dimana kita berada akan mempengaruhi sifat dan perilaku kita. Bila kita berada pada lingkungan keras, akan membentuk sifat dan perilaku kita juga cenderung keras. Demikian pula bila kita berada pada lingkungan agamis, juga akan membentuk sifat dan perilaku kita cenderung agamis kita. Lingkungan kerja dimana kita bekerja yang menilai bahwa suatu tindakan yang menyimpang ( korupsi misalnya) di anggap sesuatu yang wajar, maka akan membentuk dan memberi peluang perilaku yang menyimpang dari etika administrasi juga. Sebaliknya manakala lingkungan kerja cukup ketat, bahwa tindakan yang menyimpang (korupsi) dinilai sebagai suatu tindakan yang tidak baik,buruk, dan tercela juga maka juga akan membentuk sikap, perilaku untuk tidak korup dan tidak akan memberi peluang munculnya tindakan yang korup.
3.5 Administrasi dan Nilai-Nilai Yudisial Norma Pengawasan
Pembuatan keputusan merupakan penopang utama kegiatan administrasi. Sebagian besar proses administrasi berupa serangkaian pemilihan alternatif tindakan atau pengambilan keputuasn. Waktu yang tersedia untuk mempertimbangkan keputusan-keputusan tersebut seringkali sangat sempit karena permasalahan yang ada mebutuhkan penaganan segera. Sementara itu pertimbangan efesiensi terkadang tidak memungkinkan bagi para pejabat pemerintah untuk berlama-lama memikirkan akibat dari suatu keputusan atau mencari landasan legalitas dari kebijakan-kebijakan yang dibuatnya. Karena itulah para pejabat pemerintah dituntut untuk mampu menjawab persoalan-persoalan secara pragmatis.
Untuk membuat keputusan haruslah dilaksanakan dengan hasil pertimbangan yang baik dan tidak merugikan kedua belah sisi, baik Pemerintah maupun Masyarakat. Karena hasil dari keputusan tidak jarang membawa keributan ataupun demo-demo dari kalangan masyarakat yang tidak terima dengan keputusan dari pemerintah tersebut. Sebagai contoh kenaikan harga bahan bakar minyak atau ditariknya subsidi oleh pemerintah yang berdampak pada kenaikan harga barang dipasaran.
Pembuatan keputusan merupakan penopang utama kegiatan administrasi. Waktu yang tersedia untuk mempertimbangkan keputusan-keputusan tersebut seringkali sangat sempit karena permasalahan yang ada membutuhkan penanganan segera. Pertimbangan lain untuk mengambil keputusan-keputusan pragmatis ialah kenyataan bahwa rumusan-rumusan legal yang ada acapkali tidak mampu menjawab situasi permasalahan yang tengah dihadapi.
Perkembangan sistem ketatanegaraan diseluruh dunia selama setengah abad terakhir menunjukan meluasnya pengakuan atas hak-hak rakyat. Pernyataan-pernyataan tentang hak asasi itu antara lain meliputi kebebasan untuk berbicara dan berkumpul, hak hidup dan hak milik, serta hak atas perlindungan yang sama. Ada dua manfaat yang dapat ditarik dari keterlibatan lembaga-lembaga peradilan tersebut. Pertama tentu saja adalah terlindunginya kepentingan-kepentingan rakyat, terutama pihak warga Negara yang kedudukannya lemah. Kedua adalah manfaat yang diperoleh dari reformasi yang berkesinambungan atas tata kerja dalam institusi-institusi public serta cara-cara dalam pengambilan kebijakan oleh aparat-aparatnya. Kemudian perkembangan signifikan yang ke tiga ialah ekspansi tanggung jawab legal bagi administrator publik.
Hak-hak individu konstitusional yang seharusnya diperhatikan dan diakui oleh aparatur pemerintah justru dilanggar, dan tanggung jawab administrator public terhadap kesejahteraan umum menjadi luntur. Maka dalam rangka menciptakan sistem administrasi yang tertib dan bersih kerja sama antara lembaga-lembaga kehakiman dengan lembaga-lembaga administratif sangat penting peranannya. Beberapa model dapat diajukan untuk melihat kemungkinan penerapannya dimasa mendatang:
Penguasaan (coping): Ketegangan antara kekuasaan kehakiman dan kekuasaan administrative mungkin tan pernah berakhir.
Konvergensi: Mengasumsikan bahwa interaksi antara aparat kehakiman dan administrator public akan menghasilkan harmoni.
Kemunduran judicial (judicial withdrawal): Sebagian kritikus, akademisi dan praktisi tetap mengecam campur tangan atau intervensi yang berlebihan para jaksa dan hakim dalam administrasi Negara.
Perluasan hak (expanding rights): Asumsi yang dipakai ialah bahwa kemungkinan jangka panjang untuk memperkuat dan memperluas hak-hak asai individual akan terus bertambah
Kultur administrative baru (new administrative cultur): Kelima model interaksi masing-masing punya keunggulan dan kelemahan, dan kesemuanya punya peluang untuk diterapkan atau dikembangkan.
Untuk mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan administrasi Negara secara judicial pemerintah bersama-sama dewan perwakilan telah mengesahkan undang-undang PTUN. Untuk menciptakan system administrasi pemerintahan yang tertif, mencegah kebocoran uang Negara, serta menjamin efektifitas dan efisiensi, lembaga-lembaga pemerintah harus memiliki pemeriksa yang berpotensi dan berkualitas tinggi. Dalam menjalankan tugas-tugas pengawasan, aparat juga harus memiliki sikap batin tertentu. Diantara kualitas batin tersebut adalah sikap sanksi (suspicious mind), ingin tahu lebih banyak (inquisitive mind), logis dan analitis (logical and analytical mind), dan akurat (accurate). Melalui Keputusan pemerintah No. 67 tahun 1980, misalnya telah diatur tentang kedudukan Badan Pertimbangan Kepegawaian bagi instansi-instasi pemerintah.
3.6 Kearifan Dalam Kebijakan
Perkembangan konstelasi politik dan ekonomi di Indonesia selama beberapa dasawarsa terakhir menampakan tiga kecenderungan utama. Pertama, meningkatnya kemakmuran dengan semakin terpenuhinya kebutuhan ekonomi. Kedua, meluasnya kekuasaan birokrasi pada setiap jenjang administrasi pemerintah. Dan yang ketiga, meningkatnya kekuasaan politis peran para eksekutif berarti meningkat pula peranan birokrat dan administratior dalam penentuan kebijakan-kebijakan yang menyangkut masyarakat luas.
Pejabat yang arif menurut Kumorotomo adalah pejabat yang mampu menjaga supaya keputusan-keputusannya diterima oleh sebagian besar dengan landasan kebenaran yang hakiki. Tanggung jawab seorang pejabat pemerintah dengan demikian bukan hanya kepada organisasi yang dikelolanya atau kepada atasannya saja, tetapi juga kepada warga negara yang secara langsung ataupun tidak langsung terkena kebijakan yang diambilnya.
Kearifan dalam pengambilan kebijakan mutlak diperlukan, mengingat dewasa ini terdapat kecenderungan meningkatnya peran pejabat publik atau administrator pemerintahan dalam penentuan kebijakan-kebijakan yang menyangkut masyarakat luas. Disinilah arti penting kearifan, yang merupakan landasan etis bagi para aparatur pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan guna mewujudkan kesejahteraan rakyat dan kemajuan bangsa.
Konsep kearifan menjadi bahan pertimbangan dalam melaksanakan penempatan atau mutasi sehingga akan meminimalisir timbulnya konflik yang berkepanjangan dan ketidaksepahaman, untuk bisa menjalankan proses pemerintahan yang baik dalam masa transisi dari sentralistik ke desentralisasi tidak semua kemauan Pejabat Publik langsung diterapkan tetapi perlu ada perenungan dan pertimbangan kearifan sehingga pemerintahan akan berjalan dengan baik.
Dalam membuat kebijakan, seorang pejabat dapat menggunakan interpretasinya terhadap gagasan tertentu, individu atau kelompok secara positif maupun negatif. Untuk menerapkan kekuasaan secara benar, mengelola sumber daya negara dengan tanggung jawab, menentukan alternatif keputusan secara objektif, dan menerapkan prosedur dengan baik, seorang pejabat harus memiliki kualitas pribadi yang prima. Bailey menguraikan tiga kualitas yang diperlukan bagi seorang pembuat kebijakan, yaitu sebagai berikut:
Optimisme
Sifat ini hendaknya tidak ditafsirkan sebagai kesenangan untuk menganggap enteng semua masalah, tetapi suatu kecenderungan untuk berasumsi tentang kemungkinan untuk mendapatkan hasil-hasil yang positif. Ia mengandung keyakinan bahwa peluang untuk memecahkan persoalan yang selalu ada.
Keberanian (Courage)
Sifat ini memerlukan kekuatan pribadi dan komitmen yang benar. Pembuat kebijakan harus berani menolak tekanan-tekanan yang tidak sah dari para politisi, pengaruh kelompok-kelompok kepentingan yang kuat, atau intimidasi dari para pakar dan orang-orang yang mengandalkan favoritisme.
Keadilan Yang Berwatak Kemurahan Hati
Bailey menggambarkan sifat ini sebagai kualitas moral yang paling penting bagi pejabat publik. Sifat ini menunjukkan kemampuan untuk menyeimbangkan komitmen atas orang atau kelompok sasaran dengan perlakuan baku yang sama serta suatu kepekaan atas perbedaan individual. Oleh karena itu, kearifan seorang pemimpin sangat dibutuhkan untuk menjadi perumus kebijakan yang baik. Kepekaan dan empati terhadap karena bagaimanapun juga pejabat publik harus melayani manusia, yang tentunya punya martabat, harga diri dan perasaan. Dalam melayani masyarakat umum, yang perlu selalu diperhatikan ialah ketentuan mengenai keadilan prosedural. Telah dikemukakan bahwa pelaksanaan keadilan prosedural. Keadilan proseduran mempersoalkan akses dan perlakuan (access and treatment).
Tindakan manusia merupakan hasil dari pilihan manusia. Pilihan-pilihan keputusan dibuat atas nama kehendak individu maupun kolektif dengan berlandaskan harapan atas masa depan dan perkiraan atas konsekuensi dan tindakan yang dilakukan sekarang. Namun untuk membuat keputusan-keputusan yang tepat seorang pejabat harus pula memiliki kapasitas intelektual yang memadai. Teori peilihan melihat pembuatan keputusan sebagai suatu tindakan yang disengaja yang berdasarkan empat hal yaitu:
Pengetahuan tentang alternatif-alternatif tindakan
Pembuatan keputusan harus memahami sejumlah alternatif untuk bertindak. Alternatif-alternatif tersebut dirumuskan beradasarkan situasi dan dipahami sebagai sesuatu yang tidak mendua atau tidak menagndung ketaksaan (unam-biguosly).
Pengetahuan tentang konsekuensi
Pembuatan keputusan memahami konsekuensi-konsekuensi dari tindakan-tindakan alternatif, atau setidak-tidaknya memiliki pegangan atas probabilitas keberhasilan atau kegagalan tindakan tersebut.
Pengaturan preferensi yang konsisten
Pembuatan keputusan memiliki fungsi-fungsi objektif yang memungkinkan kensekuensi-konsekuensi dari alternatif tindakan dapat dibandingkan dengan nilai-nilai subjektif mereka.
Aturan keputusan
Para pembuat keputusan harus memakai aturan-aturan untuk memilih sebuah alternatif tindakan berdasarkan konsekuensi dan pereferensi mereka. Dalam model pembuatan keputusan yang sempurna diasumsikan bahwa pembuat keputusan mengetahui setiap alternatif dari suatu keputusan, memahami masing-masing konsekuensinya, memiliki subjektif yang utuh tentang konsekuensi-konsekuensi tersebut, dan pemilihan keputusan dilakukan dengan menyeleksi alternatif yang mengandung nilai harapan tertinggi.
Para pejabat pembuat kebijakan hendaknya memiliki kemampuan untuk belajar dari kesalahan yang pernah dibuat dan melihat setiap permasalahan secara serius. Kearifan juga mengandungarti bahwa pembuat keputusan tidak bertindak gegabah dan menganggap ringan suatu persoalan.
Kearifan dalam mengambil kebijakan publik ditentukan pula oleh kesediaan aparat untuk tidak begitu saja mempercayai informasi yang datang dari satu pihak. Setiap persoalan, lebih-lebih yang menyangkut kepentingan masyarakat, perlu ditelusuri secara tuntas dengan segala konsekuensinya harus diantisipasi sebelum keputusan dijatuhkan. Pejabat hendaknya tidak berpegang pada laporan-laporan diatas kertas yang diberikan oleh bawahan. Dia perlu melihat tanggapan dari lembaga-lembaga yang lain, merujuk pada peraturan hukum yang ada, melihat pemberitaan pers tentang masalah yang bersangkutan, mencermati keluhan-keluhan warga masyarakat melalui rubrik-rubrik pembaca di surat kabar atau pengaduan-pengaduan langsung, dan akhirnya mengambil keputusan berdasarkan wawasan manejerial yang holistik
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Etika administrasi Negara yaitu bidang pengetahuan tentang ajaran moral dan asas kelakuan yang baik bagi para administrator pemerintahan dalam menunaikan tugas pekerjaannya dan melakukan tindakan jabatannya.
Pemerintah pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani diri sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama. Administrasi negara sebagai lembaga negara yang mengemban misi pemenuhan kepentingan publik dituntut bertanggung jawab terhadap publik yang dilayaninya.
Asas Asas Umum Birokrasi Pemerintahan yang Baik mengandung beberapa prinsip yaitu: Prinsip Demokrasi, Keadilan Sosial dan Pemerataan, Mengusahakan Kesejahteraan Umum, Mewujudkan Negara Hukum, Dinamika dan Efisiensi kode etik bagi orang-orang yang bekerja dalam tugas-tugas administrasi negara barangkali membawa masalah tentang arti dari kode etik itu sendiri mengingat bahwa kode etik biasanya dikaitkan dengan suatu proses khusus. Akan tetapi seperti yang telah diuraikan kedudukan etika administrasi negara berada di antara etika profesi dan etika politik sehingga tugas-tugas administrasi negara tetap memerlukan perumusan kode etik yang dapat dijadikan sebagai pedoman bertindak bagi segenap aparat politik. Kode etik dirumuskan dengan asumsi bahwa tanpa sanksi-sanki atau hukuman dari pihak luar, setiap orang tetap menaatinya. Berikut ini diuraikan kedelapan unsur penilaian langsung pekerjaan pemerintah:
Kesetiaan, Prestasi merja, Tanggung jawab, Ketaatan, Kerja sama, Kejujuran, Prakarsa, kepemimpinan.
Mal-administrasi merupakan suatu tindakan yang menyimpang dari nilai etika. suatu tindakan yang menyimpang dari nilai adalah disebabkan karena bertemunya faktor “niat atau kemauan” dan “kesempatan”. Secara konsep ada dua faktor terjadinya mal-administrasi yaitu: faktor internal dan internal.
4.2 Saran
1. Diperlukan kesadaran dan etika baik dari pribadi masing-masing dalam menjalankan tugas guna terciptanya pemerintahan yang bersih
2. Perlunya pemahaman nilai-nilai etika
3. perlunya penanaman prinsip-prinsip etika sistem administrasi negara.
4.perlunya sosialisasi kode etik terhadap setiap pegawai untuk meminimkan penyimpangan.
5. perlunya sanksi tegas terhadap orang yang melanggar kode etik tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Kumorotomo, Wahyudi. Etika Administrasi Negara. 2013. Jakarta:
Rajawali Per
Safie, inu kencana. 2011. Etika pemerintahan. Jakarta: rineka cipta
http://himayanii.blogspot.co.id/2015/02/makalah-etika-administrasi- negara.html
https://jhansem.wordpress.com/2009/03/10/etika-administrasi-negara-publik/
Komentar
Posting Komentar